PEMIKIRAN TENTANG NEGARA PADA ZAMAN ROMAWI
PEMIKIRAN
TENTANG NEGARA PADA ZAMAN ROMAWI
Sebelum saya membahas langsung pemikiran tentang negara yang berkembang pada
masa Romawi, disini saya akan singgung sedikit mengenai masa yunani yaitu
dimana pada akhir masa yunani ini banyak sekali terjadi perpecahan seperti
sistem pemerintahanya yang dari awal atau pertamanya Monarhi berubah menjadi
Tirani, Aristrokasi, Oligarhi dan lain lain yang pada akhirnya kembali ke
sistem Monarhi lagi. Setelah mengalami berbagai perpecahan tersebut Yunani
disatukan lagi oleh orang Romawi pada tahun 146 S.M. kemudian digabungkan,
sehingga menjadi daerah bagian belaka dari Imperium Romawi.
Romawi
Romawi
Kuno adalah sebuah peradaban yang tumbuh dari negara-kota Roma didirikan di
Semenanjung Italia di sekitar abad ke-9 SM. Selama keberadaanya yaitu selama 12
abad, kebudayaan Romawi berubah dari sebuah monarki ke sebuah republik oligarki
sampai ke kekaisaran yang luas. Romawi datang untuk mendominasi Eropa Barat dan
wilayah sekitar di sekitar Laut Tengah melalui penaklukan dan asimilasi.
Peradaban
Romawi seringkali dikelompokan sebagai "klasik antik" bersama dengan
Yunani kuno, sebuah peradaban yang menginspirasikan banyak budaya Romawi Kuno. Orang
– orang Romawi tidak memiliki banyak banyak waktu untuk berfikir dan menulis
sebagai mana halnya orang – orang Yunani, Oleh karena itu orang – orang Romawi
tidak banyak meninggalkan tulisan – tulisan mengenai kenegaraanya. Dimana
mereka sibuk menyusun kenegaraanya yang begitu luas daerahnya. Sehingga mereka
lebih mengutamakan pembentukan – pembentukan organisasi – organisasi daan
peraturan peraturan yang bersifat praktis yang dapat menjangkau dan mengatur
persoalan – persoalan kenegaraanya.
Sifat
bangsa yunani selaku ahli pikir dan sedangkan sifat bangsa Romawi selaku ahli
praktek. Ini dimaksudkan yaitu Ahli menjalankan dan mempraktekkan segala
sesuatu yang timbul dan hidup dalam alam pikiranya.Sehingga menurut saya sifat bangsa yunani yang ahli pikir dan sifat bangsa Romawi yang ahli dalam menjalankan atau mempraktekkanya ini perlu kita contoh atau kita terapkan di negara Indonesia ini, dimana dalam lembaga pemerintahanya ada yang ahli dalam menghasilkan pemikiran pemikiran dan ide ide yang cemerlang untuk membentuk pemerintahan Indonesia yang adil dan makmur dan ada anggota maupun yang ada dalam lembaga pemerintahanya ataupun masyarakatnya ada yang ahli dalam melaksanakan ide ide itu, ahli dalam mempraktekkan sesuatu secara nyata, menerapkanya dilapangan. apabila ini digabungkan dan diterapakan di masa sekarang ini di Indonesia misalnya, menurut saya akan menjadi suatu kombinasi pemerintahan yang baik dan stabil. Pada zaman
Romawi Tidak banyak terdapat perkembangan pemikiran kenegaraan
yang muncul.Sehingga
pemikiran tentang Negara tidak berkembang pesat disebabkan bangsa Romawi adalah
bangsa yang menitik beratkan praktis daripada berpikir teoritis. Tokoh pemikir
yang utama pada masa Romawi yang dikena hingga saat ini adalah Cicero dan
Ulpianus.
Polybius dengan teorinya Cyclus teori, berpendapat bahwa menurutnya Negara
merupakan bentuk akibat dari Negara-negara sebelumnya dan hanya saja Negara
berikutnya merubah dalam perbaikan atau hanya menyempurnakan saja.
Sehubungan dengan hai itu, yang benar – benar asli
di dalam kebudayaan Romawi Ialah di lapangan ilmu pengetahuan hukum dogmatis
atau Dogmatische Rechtswetenschap dalam aeti sempit. Sehingga pada masa romawi
belum ada Sosiologi hukum, sejarah hukum dan filsafat hukum. Yang dimaksud
dengan ilmu pengetahuan hukum dogmatis Ialah ilmu pengetahuan yang dijalankan
oleh ahli hukum sebagai "pemain" dimana ia turut mengambil peranan.
Sedangkan mengenai ilmu kenegaraan orang – orang Romawi tidaklah asli. Karena
sesuai yang telah ada di atas tadi yaitu mereka membuntut atau meniru orang – orang
yunani terutama dalam paham mengenai polis (polis-gedachte), dimana pemikiran
itulah yang dipraktekkan atau yang diselenggarakan oleh orang – orang romawi,
sehingga dalam kebudayaan Romawi ilmu kenegaraan itu masih belum terpisah pisah
seperti halnya dalam kebudayaan Yunani.
Berhubungan dengan ditirunya bangunan – bangunan
polis , bangunan – bangunan orang – orang Romawi juga membuntut atau meniru
bangunan volkssouvereiniteit ( kedaulatan rakyat) dari orang – orang yunani.
Sejarah politik Romawi mencakup dan meliputi 4 (
empat ) tingkatan masa yaitu :
a.
Masa Kerajaan
Disebut juga masa
Koningschap, dimana yang jadi pimpinan adalah seorang raja, dan bentuk negara
Monarkhi. Masa ini tidak begitu berkiatan dengan isi kedaulatan rakyat sehingga
masa ini bersifat legende.
b.
Masa Republik
Republik atau
Republiek bberasal dari kata Res Berarti "kepentingan" dan Publica
berarti "Umum" . jadi repubilk artinya suatu pemerintahan yang
menjalankan kepentingan umum.
Pada masa republik
pimpinan negara dipegang oleh kunsul – konsul yang menyelenggarakan dan
menjalankan pemerintahan demi kepentingan umum. Dimana pemerintahan itu
dipegang dan dijalankan oleh 2 orang orang konsul. Akan tetapi ketika negara
dalam keadaan bahaya atau darurat seperti adanya bahaya perang, paceklik,
gejala alam dan sebagainya, di pilih seseorang untuk memegang segala kekuasaan
di dalam pemerintahan itu, selama dalam keadaan bahaya demi untuk mengatasinya,
sehingga dalam memimpi munculah atau mengindikasi timbunya seorang pemimpin
yang diktator. Sehingga muncul tindakan sewenang – wenang dari pimpinan negara.
Karena adanya pemerintahan yang diktator ini kemudian orang – orang Romawi
membuntut atau meniru stelsel kenegaraan orang – orang Yunani yang bersifat
demokratis, yang dimana dalam polis ada yang namanya demokrasi langsung, dimana
rakyat atau para warga turut serta langsung dalam pemerintahan. Sehingga
terdapat kekuasaan tertinggi pada rakyat yang secara tidak tektis disebut
Kedaulatan Rakyat. Sebab secara teknik istilah kedaulatan rakyat ini muncul
setelah revolusi Perancis.
Bangsa Romawi yang pandai dalam
praktek terutama di lapangan ilmu pengetahuan hukum dogmatis itu mengadakan
konstruksi – konstruksi yang sedemikian rupa sehingga seolah olah Kedaulatan
rakyat muncul pada masa Romawi. Tapi sebernarnya tidak yang ada hanyalah para
pimpinan negara yang bersifat sewenang – wenang dan memperkosa hukum, yaitu
seolah olah untuk kepentingan umum tapi nyatanya untuk kepetingan diri pribanya
sendiri.
c.
Masa Prinsipat
Masa prinsipat ini dimulai lebih dulu dengan masa Caesar
yaitu masa dimana mereaka memerintah secara mutlak. Dimana kemutlakan ini
didasarkan pada Caesarismus yaitu adanya perwakilan yang menghisap, dari pihak
caesar terhadap kedaulatan rakyat yang dinamakan pula Absorptieve
representation ( abosorberede vertegenwoordiging ). Sehubungan dengan hal ini maka dipakailah
kontriksi Ulpianus dengan jalan bahwa "Kedaulatan rakyat itu diberikan
kepada prinsep atau raja melalui suatu perjanjian yang termuat dalam undang –
undang yang disusun olehnya yang termaktub di dalam Lex Regia. . Jadi landasan
hukumya "Perjajian" yang
terletak dalam lapangan hukum perdata, sebagaiman keahlian orang Romawi dalam
bidang itu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
sesungguhnya masa romawi telah memakai monarkhi mutlak yang memuat caesarismus
akibat kontruksi Ulpianus, yang menimbulkan pengorbanan – pengorbanan di
kalangan masyarakat Romawi masa itu.
d.
Masa Dominat
Disebut juga masa dominaat
yaitu masa para kaisar telah terang terangan dan tanpa malu – malu lagi untuk menjadi
raja mutlak, yang bertindak menyeleweng dan sewenang – wenang, memperkosa hukum
dan menginjak injak peri kemanusiaa. Berkaitan dengan keaslian pada kebudayaan Romawi yaitu di lapangan ilmu pengetahuan dogmatis, maka orang - orang romawi memisahkan negara dari masyarakat. Jadi mereka membedakan pengertian masyarakat dan pengertian mengenai negara.
Cicero
Salah satu pemikir yang hidup pada masa Romawi, Pemikir ini hidup sekitar
tahun 106-43 S.M. dimana dalam buku yang ditulisnya yang berjudul De Republica
atau tentang negara dan De Legibus atau tentang undang – undang yang melukiskan
pikiran pikiran ketatanegaraan pada masa Imperium Romawi.
Pemikiran Cicero
banyak dipengaruhi oleh karya-karya Plato dan ajaran filsafat kaum Stoa. Dengan
demikian ajaran Cicero
tentag asal mula negara tidak berbeda dengan ajaran Plato, yaitu melalui
perjanjian masyarakat dan kontrak sosial. Namun demikian Cicero telah memodifikasi pemikiran Plato
dengan memasukkan pengaruh-pengeruh Stoa didalamnya.
Dalam
pandangan Cicero, negara adalah suatu kenyataan yang harus ada dalam kehidupan
manusia. Negara disusun oleh manusia berdasarkan atas kemampuan rasionya,
khususnya rasio murni manusia yang disesuaikan dengan hukum alam kodrat. Ajaran
Cicero ini jelas menunjukkan konsep perjanjian masyarakat tentang asal mula
negara.
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah di jelaskan di atas mengenai masa Romawi yang ahli praktek atau ahli dalam menjalankan sesuatu, kalau di terapkan di masa sekarang ini itu memang bagus, tapi lebih baik lagi kalau tidak hanya ahli dalam menjalankan saja tetapi menurut saya tidak lengkap, jika tidak di sertai pemikiran pemikiran yang matang dan penuh pertimbangan. Apalagi dalam suatu cakupan wilayah yang sangat luas seperti di Indonesia sendiri misalnya, yang memiliki wilayah yang sangat luas dan memiliki berbagai suku dan budaya, pemikiran praktis atau teoritis saja tidak cukup. Dalam menjalankan atau memutuskan suatu kebijakan perlu dengan pemikiran yang matang, bahwa kebijakan itu nantinya dapat dan di terima masyarakat dengan baik tanpa mengesampingkan atau mengkhususkan untuk suatu golongan atau suku tertentu saja. Misalnya dalam bidang hukum, dimana hukum yang baik atau yang hidup itu adalah hukum yang bisa di terima oleh masyarakat.
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah di jelaskan di atas mengenai masa Romawi yang ahli praktek atau ahli dalam menjalankan sesuatu, kalau di terapkan di masa sekarang ini itu memang bagus, tapi lebih baik lagi kalau tidak hanya ahli dalam menjalankan saja tetapi menurut saya tidak lengkap, jika tidak di sertai pemikiran pemikiran yang matang dan penuh pertimbangan. Apalagi dalam suatu cakupan wilayah yang sangat luas seperti di Indonesia sendiri misalnya, yang memiliki wilayah yang sangat luas dan memiliki berbagai suku dan budaya, pemikiran praktis atau teoritis saja tidak cukup. Dalam menjalankan atau memutuskan suatu kebijakan perlu dengan pemikiran yang matang, bahwa kebijakan itu nantinya dapat dan di terima masyarakat dengan baik tanpa mengesampingkan atau mengkhususkan untuk suatu golongan atau suku tertentu saja. Misalnya dalam bidang hukum, dimana hukum yang baik atau yang hidup itu adalah hukum yang bisa di terima oleh masyarakat.
Yang
kedua mengenai sejarah politik Romawi yang memiliki empat masa yaitu masa
kerajaan, masa republik, masa prinsipat, dan masa dominat. Menurut saya dari
empat masa pemerintahan itu tadi yang paling tepat untuk masa kini adalah
tergantung dimana penerapanya atau tergantung di mana itu diterapkan. Kita
ambil contoh di indonesia, dari sekian sistem pemerintahan yang telah dicoba di
terapakan di Indonesia seperti, berlakunya konstitusi RIS hingga mengubah
negara Indonesia menjadi negara Serikat ( Federasi ). Menurut saya yang paling
tepat untuk Indonesia adalah dengan bentuk negara Republik yang berasaskan
Demokrasi, yang berarti pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi, mana yang paling baik untuk di
terapakn tergantung itu diterapkan dimana.
Terakhir, mengenai pembentukan negara saya setuju
dengan tokoh Cicero yang pendapatnya tidak jauh berbeda dengan Plato. Yaitu
negara di bentuk melalui perjanjian Masyarakat dan Kontrak sosial, dimana
masyarakat itu yang pada awalnya individualis ternyata sebagi makhluk sosial,
tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan
yang semakin beragam dan kompleks. Maka menurut saya perlu sebuah kerjasama,
melalui perjanjian - perjanjian untuk pemenuhan hidup, termasuk pula mereka
mempunyai keinginan atau kebutuhan akan rasa aman, tentram, damai dan
saling berinteraksi, maka melalui perjanjian - perjanjian tersebut mereka sepakat
untuk bersatu membentuk sebuah negara yang berdaulat. Saya juga setuju dengan
Cicero dimana dalam pembentukan negara rasio atau akal fikiran manusia sangat
di perlukan. Sehingga menurut saya tidak terpaku pada pemikiran raja,
pemerintah, atau gereja yang mutlak tapi juga bisa di nalar atau berdasarkan
akal fikiran.
Anda belum menampilkan analisis dan pendapat pribadi. Silakan direvisi
BalasHapusSudah saya revisi bu
HapusNilai 75
BalasHapus